Kamis, 25 Oktober 2012

KERUDUNG NINJA


   
 Gedung bertingkat 14 dengan ornamen Timur Tengah berdiri megah di tengah-tengah pasar  yang semrawut.   Walau kelihatan berbeda, bangunan itu sebetulnya merupakan bagian dari pasar.  Masjid ber-mezanine yang indah bagaikan oase yang menyejukkan berada di lantai paling atas.  Begitu turun melalui lift dan melangkah  beberapa puluh meter, pemandangan yang kontras terlihat.  Sungai kecil yang hitam dan berbau menyengat  membelah  pasar yang katanya terbesar di Asia Tenggara ini.  Orang lalu lalang, tidak peduli dengan bau yang menusuk hidung itu. 
             Dina berjalan ke sana kemari mencari alamat toko yang diberikan oleh kakaknya.   Ia ingin menghadiahi ibunya mukenah dengan bordiran yang istimewa untuk  solat Idul Adha jumat depan, menggantikan mukenah lama yang sudah agak usang.
Dina kebingungan.  Bagi yang tidak terbiasa, mencari lokasi toko di pasar ini sungguh memusingkan kepala. “Cari apa,  Bu?  … ini kerudung ninja baru datang,  masih lengkap warnanya ….. sepuluh ribu aja … penglaris.”  Seorang pedagang yang berjualan di lantai bawah menunjukkan segepok kerudung warna-warni.
“Ninja ….?” Tanya Dina dalam hati sambil berlalu.  Ia baru tahu bahwa ada kerudung yang memiliki nama seperti  pendekar bangsa Jepang.  Kelihatannya kerudung jagoan ini sedang naik daun.  Banyak toko baju muslimah yang menjual kerudung daleman ini. Tapi ia belum tertarik, belum tahu cara memakainya.  Memang Dina bukan termasuk orang yang mengikuti fesyen.  
             Setelah mendapatkan apa yang dicari, ia memilih untuk solat dan beristirahat di “oase”.
Sambil terduduk di dekat pintu, ia melihat para muslimah muda yang lalu–lalang, banyak yang  memakai kerundung ninja.  Ah, mendadak hatinya terasa sesak, lamunannya melompat jauh ke peristiwa lebih dari 20 tahun yang lalu, saat ia masih kuliah…
Pada waktu itu yang memakai kerudung masih bisa dihitung dengan jari.  Mereka masih dianggap aneh, fanatik, sok alim atau bahkan dianggap ekstrim.
*****
“Mendingan ikut training lah daripada ujian,” pikir Dina. Ia sedang mengikuti training di puncak. Ia pernah tidak mengikuti ujian agama Islam karena sakit.  Sebagai gantinya ia harus memilih antara ujian susulan atau mengikuti training agama.  Dosennya salah satu pembicara dalam training itu.  
Diluar dugaannya, materi yang disampaikan dalam training itu mengubah pandangannya tentang Islam, membuatnya tertegun. Ia baru benar-benar meyakini bahwa Alquran adalah ciptaan Allah.  Aturan yang ada dalam Alquran adalah yang terbaik untuk manusia, termasuk juga aturan kerudung.
            Malam harinya Dina sulit sekali tidur.  Bolak balik ia ubah posisi tidurnya tapi bermacam-macam pikiran yang berseliweran di benaknya membuat matanya tak kunjung terpejam.  Begitu ia hendak terlelap, waktunya solat tahajud datang.  Semua peserta dibangunkan untuk solat.
            Dalam solat ia menangis, “Ya Allah. Alhamdulillah aku diberi kesempatan untuk mengenal Islam yang sesungguhnya. Selama ini aku menjalankan ibadah hanya karena aku dilahirkan sebagai muslimah, ala kadarnya, tanpa pemahaman yang benar.” Agama ini sungguh mulia. Sayangnya masih banyak ummatnya yang tidak mengikuti aturan Allah, menganggap segala sesuatu yang dari Barat itu lebih baik. Padahal jika ummat Islam benar-benar berpegang pada aturan Allah, maka ummat Islam pasti menang, pasti berjaya.
            Selesai tahajud dan kemudian solat subuh berjamaah, mata Dina terasa berat. Tapi sudah bukan waktunya untuk tidur. 
“Sarapan …sarapan. Setelah sarapan langsung ke ruang aula ya. Acara akan dimulai.”
Sayup-sayup terdengar kakak panitia memberi pengumuman di depan kamar tidur.  Dina akhirnya meringkuk lagi di balik selimut.  Kali ini bukan sekedar karena mengantuk.  Badannya meriang. “Din…Dina kamu kenapa?” Ayu teman sekamar menggoyang-goyang tubuh Dina.
“Ya Allah kamu panas sekali,” lanjutnya.
Dengan cekatan Ayu membantu mengambilkan selimut tambahan, mengambilkan teh manis, telur rebus dan sepiring sarapan. Ia juga mengambilkan obat turun panas. Ah, Ayu yang baik hati. Ia teman sekelas Dina di Fakultas. Mereka hanya berenam dari jurusan yang sama di FMIPA. Peserta training ini berasal dari berbagai fakultas. Teman sefakultas Dina yang ikut training perempuan semua.  Entah mengapa di mana-mana pengajian ataupun ceramah keagamaan lebih diminati oleh kaum perempuan.
Setelah minum obat, Dina tertidur.  Ia bermimpi.  Seperti biasa mimpinya tidak jelas.  Entah ada kejadian apa sebelumnya,  tiba-tiba ia serasa terjatuh dari tempat yang teramat tinggi.  Ahhh ……. Nyawanya terasa melayang. Menakutkan ….Dina tesadar.
 Mendadak  rasa ngeri menjalar ke seluruh tubuhnya.  Ia takut ….. Bagaimana kalau ia dipanggil Allah. Sementara ia belum melaksanakan perintah Allah untuk berkerudung.  ia merasa gamang. Apakah orangtua setuju? Waktu itu, bagi sebagian orang, memiliki anggota keluarga yang berkerudung adalah aib.  Beberapa siswa SMA yang jadi pioner dalam memakai kerudung diuji dengan ujian yang luar biasa.  Ada yang sampai diusir dari rumah.  Ditarik kerudungnya di depan umum. Wah, merinding Dina membayangkan itu semua.
Ia berdoa dalam hati. “Ya Allah beri aku kekuatan untuk melaksanakan perintahMu. Jangan uji aku dengan sesuatu yang tak sanggup aku menerimanya.”  ia terus berzikir.  Dina tertidur lagi …
*****
            Sore itu sepulang dari training Dina mengetok pintu rumah dengan ragu.  Kerudung abu-abu masih menempel di kepalaku. Ia mengenakan kemeja kotak-kotak dan celana panjang.  Kebetulan  seminggu sebelumnya ayahnya memberi oleh-oleh beberapa kemeja lengan panjang. Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan minyak asing dan sering ke luar kota. Sekarangpun ia ada tugas beberapa bulan.
 Sekali lagi dengan hati berdegub, Dina mengetok pintu sambil mengucapkan salam. Ia terus beristighfar di dalam hati.  Tak lama kemudian terdengar suara pintu dibuka. Ternyata yang membukakan pintu adalah ibunda tercinta.  Tanpa pikir panjang, langsung ia minta persetujuan “Dina pakai kerudung ya,” katanya harap-harap cemas. Di luar dugaan, ibunya mengangguk.
“Alhamdulillah” katanya di dalam hati.  Begitu masuk ke kamar ia langsung sujud syukur. Ya Allah mudah sekali jalan yang Engkau berikan. Terbayang olehnya wajah beberapa orang teman yang sampai diusir dari rumah, bergidik ia memikirkannya.  Ia mungkin tidak akan sanggup mendapatkan ujian seperti itu. Ah, Allah memang memberikan ujian sesuai dengan kesanggupan hambaNya.  Allah Maha Tahu bahwa iman Dina masih belum terlalu kuat. 
            Hari pertama masuk kuliah dengan memakai kerudung merupakan hari yang membuat Dina gelisah.  Bagaimana tanggapan teman-teman? Hatinya ketar-ketir.  Begitu masuk kelas ternyata ada kejutan yang menyenangkan.  Semua teman sekelas yang bersama-sama ikut training  semua pake kerudung.  Padahal mereka tidak janjian.  Ketika itu muslimah yang memakai kerudung baru sedikit namun mereka solid.  Sesama pemakai kerudung serasa bersaudara, di mana pun mereka bertemu, di kampus, di pasar ataupun di jalan, mereka selalu mengucapkan salam bila berpapasan.  Pemakai kerudung merasa senasib sepenanggungan.
 “Ninja ninja. Awas ada ninja mau lewat,” begitu ejek pedagang-pedagang yang ada di pasar dekat rumahnya.  Teriakan pedagang ini betul-betul menyakitkan hati Dina.
“Emang kenapa kamu pake kerudung Dina? kamu sakit ya?” pertanyaan temannya ini bahkan terasa lebih menyakitkan lagi.  Diucapkan secara perlahan tapi “dalam”, menghunjam sampai ke hati.  Dina hanya tersenyum.  Ia berusaha tegar menghadapi semua ejekan itu. Bibirnya tersenyum, walaupun hatinya menangis.
Pada suatu hari  yang mendung, dua bulan sesudah Dina memakai kerudung, ayah dan ibu memanggilnya.  Ayahnya baru pulang dari tugas di luar kota. 
“Kerudung itu hanya kulit, Dina. Yang penting isinya bukan kulitnya”. Di luar dugaannya ayah tidak setuju ia memakai kerudung. Ternyata ibunya pun kurang setuju, selama ini ia salah faham, dikiranya Dina hanya pakai kerudung kalau ada pengajian saja. Dina sudah mencoba mempertahankan argumennya, namun ayahnya yang lembut tapi tegas tetap dengan pendiriannya.  Sedangkan ibu hanya berdiam diri saja. Dina tak sanggup berdebat dengan ayahnya.. Dengan lunglai ia kembali ke kamarnya. 
“Apa kata teman-teman kalau aku membuka kerudungku?” ucap Dina dalam hati. Ia menyesal terburu-buru memakai kerudung, tanpa menunggu persetujuan ayahnya. Ia menyesal kenapa ibu sempat mengijinkannya memakai kerudung. Lebih baik ia dilarang dari awal. Sekarang kemana harus ia letakkan mukanya? Dina termenung. Ia tersadar, “Alangkah hinanya kalau aku tetap memakai kerudung hanya karena malu”. “Memakai  kerudung itu wajib, Dina,” hati kecilnya mengingatkan.  Ia galau, ”Siapa yang harus kuikuti ya Allah, Engkau atau orangtuaku?”  Sebetulnya sebagian dari nafsunya bersorak gembira, ingin cepat-cepat melepas kerudungnya. Ia punya alasan untuk bisa bertanding basket lagi, kegiatan favorit yang terpaksa ia tinggalkan setelah berkerudung. Ia tidak sanggup mendapat sorotan sinis dari penonton. Namun rasa khawatir melanggar aturan Allah membuatnya gelisah. Akhirnya ia ambil wudhu dan solat sunnah dua rakaat.
Dina memutuskan untuk tetap diam-diam memakai kerudung tanpa sepengetahuan orang tuanya.  Toh, ayahnya sering keluar kota. Ia berangkat dari rumah tanpa kerudung, tapi di tengah perjalanan, sebelum sampai di kampus ia mampir ke WC umum untuk memakai kerudung.  Ia jarang sekali ke luar rumah. Hal yang sebetulnya terasa berat baginya. Ia anak yang biasanya aktif.  Untuk sementara ia merasa puas, walaupun di dasar hatinya terselip perasaan bersalah, telah mengelabui orang tua. Perasaan was-was juga seringkali menghantuinya. Bagaimana kalau orangtuanya tahu? 
            “Ninja ….ninja,“ ejek anak-anak kecil yang melihatnya. “Kepalamu kenapa, gundul ya?” “Iih, nora banget sih Dina, pake kerudung segala…”. Komentar menyakitkan semakin sering ditujukan kepada Dina.  Ia kembali merasa bimbang.
“Ustazah, apakah saya  termasuk anak yang durhaka? siapa yang harus saya ta’ati?  Kalau memang tindakan saya benar, kenapa semakin banyak ujian yang saya hadapi?” Akhirnya ia menemui seorang ustazah.
 ”Dina, ketaatan yang pertama adalah kepada Allah dan rasulNya.  Kamu harus selalu berbuat baik kepada orang tua. Tapi masalah ketaatan, kamu harus lihat dulu.  Jika perintah orangtua tidak sesuai dengan perintah Allah, maka Allah yang harus kamu dahulukan. Kalau kamu mendapat kesulitan, berarti kamu disayang Allah. Semakin tinggi keimanan seseorang maka ujiannya semakin berat. Ujian SMA lebih sulit dari ujian SMP kan? Sekarang dekatkanlah dirimu kepada Allah.  Perbanyak ibadah sunnah dan terus doakan orang tuamu. Kamu harus lebih baik lagi kepada orangtua. Tunjukkan bahwa kamu adalah anak yang menyejukkan hati mereka.”
Perasaan Dina lebih tenang setelah beberapa kali berkonsultasi dengan sang ustazah. Namun keimanannya masih naik turun. Di saat keimanannya sedang di bawah, mentalnya bisa runtuh hanya gara-gara tatapan mencemooh seseorang. Ia malu terus menerus mengadu kepada ustazah.  Kalau sudah begitu, sesampainya di rumah ia hanya menangis dan mengadukan kesedihannya kepada Allah.  "Mengapa begitu sulit menjalankan perintahMu, ya Allah. Orang tuaku tidak mendukung. Lingkungan menyudutkanku…,” hatinya terkoyak.  Airmata tak dapat ia bendung lagi. Setiap ia tumpahkan kesedihannya di hadapan Allah, ia merasa lega dan merasa lebih kuat. Allah memang Maha Penyayang.  Dan yang sangat ia syukuri, Allah memberinya teman-teman seperjuangan yang baik hati.  Merekalah yang terus menguatkannya.
  Beberapa tahun kemudian, setelah Dina lulus, ia dilamar oleh salah seorang teman seperjuangannya.  Di hari pernikahan yang seharusnya membahagiakan itu, ia sedih. Ia terpaksa mengganti kerudungnya dengan sanggul.  Tak lama setelah menikah, Dina mengikuti suaminya menuntut ilmu di negeri orang.  Ketika ia meninggalkan tanah air, kondisi “perkerudungan” di Indonesia masih memprihatinkan, masih tertekan di negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia. Tapi ia bersyukur, setelah tinggal di  negeri orang ia bisa dengan leluasa memakai kerudung. Tidak lagi bongkar pasang.
*****
Tiga  tahun setelah merantau, Dina, suami dan anak mereka, Annida yang baru berumur satu tahun kembali ke tanah air.  Begitu keluar dari pintu kedatangan di bandara, ia melihat  kakak dan istrinya sedang berbincang-bincang. Di sebelah mereka, sepasang suami istri yang sudah sepuh memandangnya lekat-lekat. Tak lama kemudian mereka melambaikan tangannya. Dina terpana melihat ayahnya yang cepat sekali berubah, rambutnya sudah putih semua. Ayah yang dulu begitu gagah sekarang terlihat kurus. Sedangkan ibu .....subhanallah ibu memakai kerudung. Dengan terburu-buru Dina menghampiri ayah dan ibunya. Ia cium tangan mereka dengan takzim. Ayah dan Ibu langsung menciumnya, “Ayah, ibu … maafkan Dina ya. Selama ini banyak kesalahan …” air mata haru menetes di pipinya, ia tak sanggup menyampaikan perbuatannya memakai kerudung diam-diam. “Ah, engga …salah apa?” jawab ibu sambil meraih Annida yang gemuk dan lucu. “Aduh … cantiknya,” ucap ibu sambil menimang Annida.
*****
“Bu, maaf, pasar sudah mau tutup. Nanti liftnya mati,” kalimat peringatan pengurus masjid itu membuyarkan lamunan Dina. Tak terasa hari sudah sore. Beberapa muslimah muda berkerudung Ninja terlihat bergegas meninggalkan masjid. Ah, Dina bersyukur bahwa di tanah air, kerudung sudah menjadi pakaian mayoritas muslimah dewasa. Sesuatu yang dulunya tak terbayangkan.  
Sambil berjalan menuju lift, ia teringat ceramah  menyambut Idul Adha yang kemarin didengarnya. Pada waktu bunda Siti Hajar hendak ditinggalkan di padang pasir ia bertanya “Apakah ini perintah Allah?” ketika Nabi Ibrahim membenarkan pertanyaan itu maka segala kenyataan yang tidak dapat diterima oleh logika dikalahkan oleh keyakinannya kepada Allah, “Kalau memang ini perintah Allah, maka Ia tidak akan menyusahkanku”. Keyakinan bunda Siti Hajar itu terbukti. Tempat yang dulunya begitu gersang, yang hewan ternakpun tak sudi mampir, sekarang menjadi tempat berkumpulnya jutaan manusia dari segala penjuru dunia, tanpa kekurangan air sedikitpun. Subhanallah … 
Dina menjadi semakin yakin. Ia akan selalu berusaha mematuhi aturan Allah, walaupun terkadang kelihatannya sulit. Ia  yakin akan janji Allah, akan kekuasaan Allah. Seyakin bunda Siti Hajar ketika ditinggal di padang pasir.    *****
Writing Competition ini merupakan salah satu rangkaian acara dari Indonesia Muslimah Fest bekerjasama dengan FLP Bandung. Ikuti lomba & Audisi lainnya seperti Lomba Menyanyi, Model Muslimah, Rancang Hijab dengan Hadiah Utama Tour Eropa, Asia dan Umroh juga Hadiah Ratusan Juta lainnya. Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui:
web : www.festivalmuslimah.com
Twitter : @MuslimahFest
Fb : www.facebook.com/FestivalMuslimah


Gambar: Flickr.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar