Gedung bertingkat 14 dengan
ornamen Timur Tengah berdiri megah di tengah-tengah pasar yang semrawut. Walau kelihatan
berbeda, bangunan itu sebetulnya merupakan bagian dari pasar. Masjid ber-mezanine yang indah bagaikan oase yang
menyejukkan berada di lantai paling atas. Begitu turun melalui lift dan
melangkah beberapa puluh meter, pemandangan yang kontras terlihat.
Sungai kecil yang hitam dan berbau menyengat membelah pasar yang
katanya terbesar di Asia Tenggara ini. Orang lalu lalang, tidak peduli
dengan bau yang menusuk hidung itu.
Dina
berjalan ke sana kemari mencari alamat toko yang diberikan oleh kakaknya.
Ia ingin menghadiahi ibunya mukenah dengan bordiran yang istimewa untuk solat Idul Adha jumat depan, menggantikan mukenah
lama yang sudah agak usang.
Dina
kebingungan. Bagi yang tidak terbiasa,
mencari lokasi toko di pasar ini sungguh memusingkan kepala. “Cari apa, Bu? …
ini kerudung ninja baru datang, masih lengkap warnanya ….. sepuluh ribu
aja … penglaris.” Seorang pedagang yang berjualan di lantai bawah
menunjukkan segepok kerudung warna-warni.
“Ninja ….?” Tanya Dina dalam
hati sambil berlalu. Ia baru tahu bahwa ada kerudung yang memiliki nama seperti
pendekar bangsa Jepang. Kelihatannya kerudung jagoan ini sedang naik
daun. Banyak toko baju muslimah yang menjual kerudung daleman ini. Tapi
ia belum tertarik, belum tahu cara memakainya. Memang Dina bukan termasuk
orang yang mengikuti fesyen.
Setelah mendapatkan apa yang
dicari, ia memilih untuk solat dan beristirahat di “oase”.
Sambil terduduk di dekat
pintu, ia melihat para muslimah muda yang lalu–lalang, banyak yang
memakai kerundung ninja. Ah, mendadak hatinya terasa sesak, lamunannya
melompat jauh ke peristiwa lebih dari 20 tahun yang lalu, saat ia masih kuliah…
Pada
waktu itu yang memakai kerudung masih bisa dihitung dengan jari. Mereka
masih dianggap aneh, fanatik, sok alim atau bahkan dianggap ekstrim.
*****
“Mendingan
ikut training lah daripada ujian,”
pikir Dina. Ia sedang mengikuti training di puncak. Ia pernah tidak mengikuti
ujian agama Islam karena sakit. Sebagai
gantinya ia harus memilih antara ujian susulan atau mengikuti training agama. Dosennya salah satu pembicara dalam training itu.
Diluar
dugaannya, materi yang disampaikan dalam training
itu mengubah pandangannya tentang Islam, membuatnya tertegun. Ia baru
benar-benar meyakini bahwa Alquran adalah ciptaan Allah. Aturan yang ada
dalam Alquran adalah yang terbaik untuk manusia, termasuk juga aturan kerudung.
Malam harinya Dina sulit sekali tidur. Bolak balik ia ubah posisi
tidurnya tapi bermacam-macam pikiran yang berseliweran di benaknya membuat
matanya tak kunjung terpejam. Begitu ia hendak terlelap, waktunya solat
tahajud datang. Semua peserta dibangunkan untuk solat.
Dalam solat ia menangis, “Ya Allah. Alhamdulillah aku diberi kesempatan untuk
mengenal Islam yang sesungguhnya. Selama ini aku menjalankan ibadah hanya
karena aku dilahirkan sebagai muslimah, ala kadarnya, tanpa pemahaman yang
benar.” Agama ini sungguh mulia. Sayangnya masih banyak ummatnya yang tidak
mengikuti aturan Allah, menganggap segala sesuatu yang dari Barat itu lebih
baik. Padahal jika ummat Islam benar-benar berpegang pada aturan Allah, maka
ummat Islam pasti menang, pasti berjaya.
Selesai tahajud dan kemudian solat subuh berjamaah, mata Dina terasa berat.
Tapi sudah bukan waktunya untuk tidur.
“Sarapan
…sarapan. Setelah sarapan langsung ke ruang aula ya. Acara akan dimulai.”
Sayup-sayup terdengar kakak
panitia memberi pengumuman di depan kamar tidur. Dina akhirnya meringkuk lagi di balik
selimut. Kali ini bukan sekedar karena mengantuk. Badannya meriang.
“Din…Dina kamu kenapa?” Ayu teman sekamar menggoyang-goyang tubuh Dina.
“Ya Allah kamu panas sekali,”
lanjutnya.
Dengan cekatan Ayu membantu
mengambilkan selimut tambahan, mengambilkan teh manis, telur rebus dan sepiring
sarapan. Ia juga mengambilkan obat turun panas. Ah, Ayu yang baik hati. Ia
teman sekelas Dina di Fakultas. Mereka hanya berenam dari jurusan yang sama di FMIPA.
Peserta training ini berasal dari
berbagai fakultas. Teman sefakultas Dina yang ikut training perempuan semua.
Entah mengapa di mana-mana pengajian ataupun ceramah keagamaan lebih
diminati oleh kaum perempuan.
Setelah
minum obat, Dina tertidur. Ia
bermimpi. Seperti biasa mimpinya tidak jelas. Entah ada kejadian
apa sebelumnya, tiba-tiba ia serasa terjatuh dari tempat yang teramat tinggi.
Ahhh ……. Nyawanya terasa melayang. Menakutkan ….Dina tesadar.
Mendadak
rasa ngeri menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia takut ….. Bagaimana kalau ia dipanggil
Allah. Sementara ia belum melaksanakan perintah Allah untuk berkerudung. ia merasa gamang. Apakah orangtua
setuju? Waktu itu, bagi sebagian orang, memiliki anggota keluarga yang
berkerudung adalah aib. Beberapa siswa SMA yang jadi pioner dalam memakai
kerudung diuji dengan ujian yang luar biasa. Ada yang sampai diusir dari
rumah. Ditarik kerudungnya di depan umum. Wah, merinding Dina
membayangkan itu semua.
Ia
berdoa dalam hati. “Ya Allah beri aku kekuatan untuk melaksanakan perintahMu.
Jangan uji aku dengan sesuatu yang tak sanggup aku menerimanya.” ia terus berzikir. Dina tertidur lagi …
*****
Sore itu sepulang dari training Dina mengetok pintu rumah dengan ragu.
Kerudung abu-abu masih menempel di kepalaku. Ia mengenakan kemeja
kotak-kotak dan celana panjang. Kebetulan
seminggu sebelumnya ayahnya memberi oleh-oleh beberapa kemeja lengan
panjang. Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan minyak asing dan sering ke luar
kota. Sekarangpun ia ada tugas beberapa bulan.
Sekali lagi
dengan hati berdegub, Dina mengetok pintu sambil mengucapkan salam. Ia terus
beristighfar di dalam hati. Tak lama kemudian terdengar suara pintu
dibuka. Ternyata yang membukakan pintu adalah ibunda tercinta. Tanpa
pikir panjang, langsung ia minta persetujuan “Dina pakai kerudung ya,” katanya
harap-harap cemas. Di luar dugaan, ibunya mengangguk.
“Alhamdulillah”
katanya di dalam hati. Begitu masuk ke kamar ia langsung sujud syukur. Ya
Allah mudah sekali jalan yang Engkau berikan. Terbayang olehnya wajah beberapa
orang teman yang sampai diusir dari rumah, bergidik ia memikirkannya. Ia mungkin tidak akan sanggup mendapatkan
ujian seperti itu. Ah, Allah memang memberikan ujian sesuai dengan kesanggupan
hambaNya. Allah Maha Tahu bahwa iman Dina
masih belum terlalu kuat.
Hari pertama masuk kuliah dengan memakai kerudung merupakan hari yang membuat
Dina gelisah. Bagaimana tanggapan teman-teman? Hatinya ketar-ketir.
Begitu masuk kelas ternyata ada kejutan yang menyenangkan. Semua
teman sekelas yang bersama-sama ikut training semua pake kerudung.
Padahal mereka tidak janjian.
Ketika itu muslimah yang memakai kerudung baru sedikit namun mereka solid. Sesama pemakai kerudung serasa bersaudara, di
mana pun mereka bertemu, di kampus, di pasar ataupun di jalan, mereka selalu
mengucapkan salam bila berpapasan. Pemakai kerudung merasa senasib
sepenanggungan.
“Ninja ninja. Awas ada ninja mau lewat,”
begitu ejek pedagang-pedagang yang ada di pasar dekat rumahnya. Teriakan
pedagang ini betul-betul menyakitkan hati Dina.
“Emang kenapa kamu pake kerudung
Dina? kamu sakit ya?” pertanyaan temannya ini bahkan terasa lebih menyakitkan lagi.
Diucapkan secara perlahan tapi “dalam”, menghunjam sampai ke hati. Dina hanya tersenyum. Ia
berusaha tegar menghadapi semua ejekan itu. Bibirnya tersenyum, walaupun hatinya
menangis.
Pada
suatu hari yang mendung, dua bulan sesudah Dina memakai kerudung, ayah
dan ibu memanggilnya. Ayahnya baru
pulang dari tugas di luar kota.
“Kerudung
itu hanya kulit, Dina. Yang penting isinya bukan kulitnya”. Di luar dugaannya
ayah tidak setuju ia memakai kerudung. Ternyata ibunya pun kurang setuju,
selama ini ia salah faham, dikiranya Dina hanya pakai kerudung kalau ada
pengajian saja. Dina sudah mencoba mempertahankan argumennya, namun ayahnya
yang lembut tapi tegas tetap dengan pendiriannya. Sedangkan ibu hanya berdiam diri saja. Dina
tak sanggup berdebat dengan ayahnya.. Dengan lunglai ia kembali ke
kamarnya.
“Apa
kata teman-teman kalau aku membuka kerudungku?” ucap Dina dalam hati. Ia menyesal
terburu-buru memakai kerudung, tanpa menunggu persetujuan ayahnya. Ia menyesal
kenapa ibu sempat mengijinkannya memakai kerudung. Lebih baik ia dilarang dari
awal. Sekarang kemana harus ia letakkan mukanya? Dina termenung. Ia tersadar, “Alangkah
hinanya kalau aku tetap memakai kerudung hanya karena malu”. “Memakai kerudung itu wajib, Dina,” hati kecilnya mengingatkan. Ia galau, ”Siapa yang harus kuikuti ya Allah,
Engkau atau orangtuaku?” Sebetulnya sebagian
dari nafsunya bersorak gembira, ingin cepat-cepat melepas kerudungnya. Ia punya
alasan untuk bisa bertanding basket lagi, kegiatan favorit yang terpaksa ia
tinggalkan setelah berkerudung. Ia tidak sanggup mendapat sorotan sinis dari
penonton. Namun rasa khawatir melanggar aturan Allah membuatnya gelisah. Akhirnya
ia ambil wudhu dan solat sunnah dua rakaat.
Dina
memutuskan untuk tetap diam-diam memakai kerudung tanpa sepengetahuan orang
tuanya. Toh, ayahnya sering keluar kota.
Ia berangkat dari rumah tanpa kerudung, tapi di tengah perjalanan, sebelum
sampai di kampus ia mampir ke WC umum untuk memakai kerudung. Ia jarang sekali ke luar rumah. Hal yang
sebetulnya terasa berat baginya. Ia anak yang biasanya aktif. Untuk sementara ia merasa puas, walaupun di
dasar hatinya terselip perasaan bersalah, telah mengelabui orang tua. Perasaan
was-was juga seringkali menghantuinya. Bagaimana kalau orangtuanya tahu?
“Ninja ….ninja,“
ejek anak-anak kecil yang melihatnya. “Kepalamu kenapa, gundul ya?” “Iih,
nora banget sih Dina, pake kerudung segala…”. Komentar menyakitkan
semakin sering ditujukan kepada Dina. Ia
kembali merasa bimbang.
“Ustazah, apakah saya termasuk anak yang durhaka? siapa yang harus
saya ta’ati? Kalau memang tindakan saya
benar, kenapa semakin banyak ujian yang saya hadapi?” Akhirnya ia menemui seorang
ustazah.
”Dina, ketaatan yang pertama adalah kepada
Allah dan rasulNya. Kamu harus selalu
berbuat baik kepada orang tua. Tapi masalah ketaatan, kamu harus lihat
dulu. Jika perintah orangtua tidak
sesuai dengan perintah Allah, maka Allah yang harus kamu dahulukan. Kalau kamu
mendapat kesulitan, berarti kamu disayang Allah. Semakin tinggi keimanan
seseorang maka ujiannya semakin berat. Ujian SMA lebih sulit dari ujian SMP kan?
Sekarang dekatkanlah dirimu kepada Allah.
Perbanyak ibadah sunnah dan terus doakan orang tuamu. Kamu harus lebih
baik lagi kepada orangtua. Tunjukkan bahwa kamu adalah anak yang menyejukkan
hati mereka.”
Perasaan Dina lebih tenang setelah
beberapa kali berkonsultasi dengan sang ustazah. Namun keimanannya masih naik
turun. Di saat keimanannya sedang di bawah, mentalnya bisa runtuh hanya
gara-gara tatapan mencemooh seseorang. Ia malu terus menerus mengadu
kepada ustazah. Kalau sudah begitu,
sesampainya di rumah ia hanya menangis dan mengadukan kesedihannya kepada
Allah. "Mengapa begitu sulit menjalankan perintahMu, ya Allah. Orang
tuaku tidak mendukung. Lingkungan menyudutkanku…,” hatinya terkoyak. Airmata tak dapat ia bendung lagi. Setiap ia
tumpahkan kesedihannya di hadapan Allah, ia merasa lega dan merasa lebih kuat. Allah
memang Maha Penyayang. Dan yang sangat ia
syukuri, Allah memberinya teman-teman seperjuangan yang baik hati. Merekalah yang terus menguatkannya.
Beberapa tahun kemudian, setelah Dina lulus, ia dilamar oleh salah
seorang teman seperjuangannya. Di hari
pernikahan yang seharusnya membahagiakan itu, ia sedih. Ia terpaksa mengganti kerudungnya
dengan sanggul. Tak lama setelah menikah,
Dina mengikuti suaminya menuntut ilmu di negeri orang. Ketika ia meninggalkan tanah air, kondisi
“perkerudungan” di Indonesia masih memprihatinkan, masih tertekan di negeri
dengan populasi muslim terbesar di dunia. Tapi ia bersyukur, setelah tinggal
di negeri orang ia bisa dengan leluasa
memakai kerudung. Tidak lagi bongkar pasang.
*****
Tiga tahun setelah merantau, Dina, suami dan anak
mereka, Annida yang baru berumur satu tahun kembali ke tanah air. Begitu keluar dari pintu kedatangan di bandara, ia
melihat kakak dan istrinya sedang
berbincang-bincang. Di sebelah mereka, sepasang suami istri yang sudah sepuh memandangnya
lekat-lekat. Tak lama kemudian mereka melambaikan tangannya. Dina terpana
melihat ayahnya yang cepat sekali berubah, rambutnya sudah putih semua. Ayah
yang dulu begitu gagah sekarang terlihat kurus. Sedangkan ibu .....subhanallah
ibu memakai kerudung. Dengan terburu-buru Dina menghampiri ayah dan ibunya. Ia
cium tangan mereka dengan takzim. Ayah dan Ibu langsung menciumnya, “Ayah, ibu …
maafkan Dina ya. Selama ini banyak kesalahan …” air mata haru menetes di
pipinya, ia tak sanggup menyampaikan perbuatannya memakai kerudung diam-diam. “Ah,
engga …salah apa?” jawab ibu sambil meraih Annida yang gemuk dan lucu. “Aduh …
cantiknya,” ucap ibu sambil menimang Annida.
*****
“Bu, maaf, pasar sudah mau tutup.
Nanti liftnya mati,” kalimat peringatan pengurus masjid itu membuyarkan lamunan
Dina. Tak terasa hari sudah sore. Beberapa muslimah muda berkerudung Ninja
terlihat bergegas meninggalkan masjid. Ah, Dina bersyukur bahwa di tanah air,
kerudung sudah menjadi pakaian mayoritas muslimah dewasa. Sesuatu yang dulunya
tak terbayangkan.
Sambil berjalan menuju lift, ia teringat
ceramah menyambut Idul Adha yang kemarin
didengarnya. Pada waktu bunda Siti Hajar hendak ditinggalkan di padang
pasir ia bertanya “Apakah ini perintah Allah?” ketika Nabi Ibrahim membenarkan
pertanyaan itu maka segala kenyataan yang tidak dapat diterima oleh logika
dikalahkan oleh keyakinannya kepada Allah, “Kalau memang ini perintah Allah,
maka Ia tidak akan menyusahkanku”. Keyakinan bunda Siti Hajar itu terbukti.
Tempat yang dulunya begitu gersang, yang hewan ternakpun tak sudi mampir,
sekarang menjadi tempat berkumpulnya jutaan manusia dari segala penjuru dunia,
tanpa kekurangan air sedikitpun. Subhanallah …
Dina menjadi semakin yakin. Ia akan
selalu berusaha mematuhi aturan Allah, walaupun terkadang kelihatannya sulit.
Ia yakin akan janji Allah, akan
kekuasaan Allah. Seyakin bunda Siti Hajar ketika ditinggal di padang pasir. *****
Writing Competition ini merupakan salah satu rangkaian acara
dari Indonesia Muslimah Fest bekerjasama dengan FLP Bandung. Ikuti lomba &
Audisi lainnya seperti Lomba Menyanyi, Model Muslimah, Rancang Hijab dengan
Hadiah Utama Tour Eropa, Asia dan Umroh juga Hadiah Ratusan Juta lainnya.
Informasi lebih lanjut dapat diakses melalui:
web : www.festivalmuslimah.com
Twitter : @MuslimahFest
Fb : www.facebook.com/FestivalMuslimah
Gambar: Flickr.comweb : www.festivalmuslimah.com
Twitter : @MuslimahFest
Fb : www.facebook.com/FestivalMuslimah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar