Malam semakin larut. Bumi yang semula senyap
dan gulita, robek oleh gegap gempita teriakan manusia dan deruan suara mesin
motor. Belasan penunggang motor menancap
gas bagi kesetanan, merajai jalanan yang semula lengang.
Benny dengan jaket hitam terbarunya melajukan motor dengan kecepatan penuh. Ia bertekad untuk menang. Ini balapan pertama yang diadakan di jalan tol yang belum digunakan. Udara malam yang sejuk menambah
semangatnya.
“Benny …Benny…”
“Yeee ..... Ayo Benny, kebut ... kebut.”
“Topan ....Topan ....” suara supporter yang lain riuh rendah.
Tiga meter lagi motor Benny akan menyentuh garis finish. Di belakangnya, Topan siap menyalip, membuat hati Benny berdegup keras.
Tiga meter lagi motor Benny akan menyentuh garis finish. Di belakangnya, Topan siap menyalip, membuat hati Benny berdegup keras.
Tiba-tiba ...
“Nguing .....nguing.”
“Polisi ...Polisi…,” terdengar teriakan
bersahut-sahutan. Kalang kabut semua motor menancap gas keluar dari arena balap
liar. Beberapa orang pembalap yang
kurang cepat tanggap dengan mudah tertangkap.
Benny yang sudah membayangkan hadiah di
depan mata mengumpat habis-habisan. Dengan geram ia tancap gas berbelok ke arah
perumahan. Ia punya teman yang tinggal di perumahan dekat jalan tol itu. Ia melaju ke tanah kosong di sebelah rumah temannya. Di atasnya ada bekas kandang kambing. Ia sembunyi di situ. Entah
mengapa yang terpikir olehnya hanya tempat ini, tempat yang ia rasa aman untuk
sembunyi.
“Huh ... bau kambing,” gerutunya.
Suara sirine mobil dan motor terdengar makin jauh dan lama-lama menghilang. Benny dengan perlahan keluar dari
persembunyian dan pulang ke rumahnya. Sepanjang jalan ia menggerutu. Hari ini
ia sedang sial, bukannya hadiah uang yang didapat, tapi malah aroma kambing.
Semula ia begitu senang mendengar kabar bahwa musuh bebuyutannya, juara
bertahan sebelumnya tidak hadir karena sakit. Ia sudah
membayangkan dirinya bakal dielu-elukan bagai Rambo menang perang, eh … ternyata hari ini bukannya beruntung malah buntung.
*****
“Benny .... Benyamin ... ,” teriak Emak. Kalau Emak memanggil nama
lengkap, berarti ia sedang marah besar.
“Kamu semalam kebut-kebutan lagi ya...”
Benny yang sedang tidur ngelilir sebentar,
Ah. si Emak pagi-pagi udah ngomel
aja, pikirnya. Ia tarik
selimutnya. Ia teruskan tidurnya. Mimpinya sedang seru. Ia tadi sedang di tengah hutan ketemu orang utan. Sayang, mimpinya tidak bersambung. Dengan cepat pemandangan berubah. Sekarang ia
sedang di pantai. Ah, pemandangan yang sangat indah .... pantai biru dengan
pohon kelapa. Ia naik perahu sampan bersama teman-temannya. Angin
sepoi-sepoi bertiup. Benny tiduran sambil menghirup minuman air kelapa muda.
“Ah.
serasa di surga ...,” ucapnya.
Tiba-tiba datang angin yang sungguh kencang, kedaaan mendadak berubah. Ombak yang teramat besar datang “Byurr” menelan perahu
mungil yang dinaiki Benny dan teman-temannya.
“Tolong ...tolong,” teriak Benny dengan
keras.
“Toloong … Maaak.”
“Tolong apaan... ayo bangun .... solat
subuh,” terdengar suara Emak. Di tangan kanannya terlihat gayung
yang sudah kosong.
“Ampun Mak,” ucap Benny
dengan baju yang basah kuyup. Ia ngeloyor ke kamar mandi.
“Astaghfirullah al Azhim
Ya Allah ... anak ini bandel amat sih...,” ucap emaknya.
“Sudah berkali-kali dinasehati supaya ngga main
kebut-kebutan, tetap aja kaya gitu. Ngga kapok-kapok. Mana
solatnya males banget. Boro-boro ke
masjid,” suara omelan Emak terus terusan terdengar.
“Eh denger ya Ben.
Keseringan solat kesiangan itu lama lama jadi murtad,”
kata Emak setelah Benny selesai mandi dan solat .
“Ah kata siapa Mak”.
“Iya ....Murtat ...jemur pantat ...”
“Ah si emak bisa aja.“
Benny, bungsu satu-satunya lelaki dari tiga bersaudara
ini memang sebetulnya cukup dekat dan manja dengan emaknya. Namun pengaruh salah pergaulan membuatnya ikut-ikutan
main kebut-kebutan dan terkadang minum minuman keras.
”Ben, jangan main kebut-kebutan lagi ya.
Bahaya! Tuh, si Roy anak tetangga kemarin malam ketangkep polisi. Udah celaka
nabrak pohon eh ketangkep polisi lagi. Belum lagi nanti
masuk berita. Jangan sampai seperti itu ya. Maluu. Malu Ben. Bapakmu kan dipandang
alim di sini.”
Berbeda dengan emaknya yang cerewet, bapaknya yang jadi pegawai
di kelurahan memiliki sifat pendiam. Orangnya sederhana. Memang sangat
cocok Emak dengan bapaknya ini. Bayangkan kalau suami istri dua-duanya cerewet pasti anaknya stress
berat. Bapaknya tidak pernah menegor Benny kalau ia berbuat salah. Hanya sekali
sekali ia menasehati “Jadi anak yang soleh ya, Ben. Bapak hanya
minta satu itu aja.”
Karena hanya itu nasehat bapaknya, Benny
jadi sangat hafal dengan kemauan bapaknya. Tapi sayangnya bapaknya tidak pernah
menerangkan yang namanya anak soleh itu yang seperti apa. Lain soal dengan
emaknya. Keinginan emaknya banyak sekali. Benny harus jadi anak soleh, solatnya
musti lima waktu, sekolah yang benar supaya jadi hartawan, engga boleh
kebut-kebutan, engga boleh pacaran, minum minuman keras apalagi berjudi. Engga
boleh main dengan teman yang nakal dan masih banyak lagi. Benny tidak ingat
satu per satu.
*****
Jumat siang pekan depannya.
“Ben,
jumat malam minggu depan balap lagi yuk,” kata Dani teman nongkrong Benny.
“Ngga ah. Entar diomelin lagi sama Emak”.
“Yah, masak takut sama Emak. Percuma badanmu gede. Ayo hadiahnya gede nih,” Dani mulai menggoyang keimanan Benny.
“Engga ah. Minggu lalu si Roy ketangkep, tuh.”
“Yah minggu lalu emang apes dia. Sekarang
tempatnya agak jauh. Agak ke luar kota. Jauh dari polisi. Ada perumahan elit
yang bikin ring road. Jalannya mulus banget”.
“Wow.
Jalanan mulus jadi bisa dikebut abis. Asyik banget tuh,” pikir Benny. Imannya yang lemah dalam hitungan
detik sudah tergiur.
Ia memutar otak bagaimana caranya supaya bisa
pergi ke sana tanpa ketahuan emak dan bapaknya.
“Mak, kan ini udah masuk bulan Rajab.
Sekolahan ngadain pengajian rutin seminggu sekali. Karena yang ikut ada anak
pagi dan anak siang jadi diadakannya malem. Supaya ngga ganggu jadwal sekolah
jadi diadakannya Jumat malam. Kan Sabtunya libur.”
"Wah, bagus banget tuh programnya. Kamu harus ikut.”
“Iya
dong mak. Kan katanya Benny musti jadi anak soleh.”
Emak yang tahu bahwa Benny suka ngibul, tidak percaya begitu saja. Ia memastikan ke Pak Guru dulu. Benar, jumat malam itu ada
ngaji. Malamnya emak telpon lagi ke Pak Guru. Girang sekali emak waktu mendengar bahwa Benny
benar-benar hadir di pengajian. Emak melihat foto Benny dengan terharu.
“Akhirnya tobat juga nih anak. Ngga percuma didoain tiap hari,” bisik Emak.
*****
Jumat depannya …
“Yess, akhirnya aku juara …” Benny berteriak senang, suaranya melengking menembus udara malam. Ia berada di
antara teman-temannya di arena balap liar di pinggir kota. Ia gembira bukan buatan, dapat hadiah uang. Biasanya beberapa teman minta
ditraktir makan dan terkadang minuman keras. Tapi Benny tidak mau mentraktir
minuman keras, dia inget pesan emaknya “Jangan minum minuman keras.” Pulang dari
balapan dia mampir ke minimarket 24 jam. Dia beli wafer coklat kesukaan
emaknya. Benny merasa berdosa sudah mengelabui Emak. Emak senang sekali dibelikan wafer oleh anak bungsunya yang nakal.
Emak pikir, Benny sudah berubah. Ngga percuma ia ikut
pengajian bulan Rajab.
Benny ketagihan. Berulang kali dia ikut
balapan. Kalau menang ia senang ingin ikut lagi. Apalagi hadiahnya lumayan.
Kalau kalah, dia penasaran ingin membuktikan bahwa dia sebetulnya masih jagoan.
******
Suatu malam emak dan bapak ke kondangan
naik motor. Beberapa hari ini
berturut-turut ada kondangan. Emak yang biasanya
disiplin, tidak makan makanan yang berlemak, jadi tergoda ingin makan enak. Hatinya sedang senang, anak
bungsunya yang semula nakal sekarang sudah tobat, sudah rajin mengaji. Biasanya sepulang
mengaji anak kesayangannya ini membawakan wafer coklat kesukaannya. Ah bahagianya.
“Pak,
kok rasanya dada emak sakit ya,” ucap Emak begitu masuk ke
ruang tamu sepulang dari kondangan. Rasa sakitnya menjalar ke lengan, perutnya
mual dan mendadak badannya terasa lemas.
“Bruk” tiba tiba emak terjatuh. Bapak yang
berada di belakang emak kaget setengah mati.
“Emak ...Emak ...”
“Ben... Ben...tolong ...,” Bapak teriak memanggil anak bungsu lelaki
satu satunya. Ternyata anak itu tidak ada di tempat. Anak sulungnya Aida juga
tidak ada. Yang ada hanya Ima, yang sedang nonton TV.
Bapak
langsung membopong Emak ke tempat tidur.
“Aduh .... sesak, sakit. Dada emak ......
sakit ... kaya diinjek gajah...” ucap Emak dengan suara
tersengal –sengal. Keringat Emak keluar membanjiri tubuh.
“Mana Benny .... Ben ... cari angkot bawa emak ke rumah
sakit”, teriak Bapak.
“Ya Allah... Emak kenapa? Benny sedang ngga ada, Pak. Lagi pergi. Ima
panggil Bu Mantri aja ya,” ucap Ima yang cepat mendekat begitu mendengar suara
ribut ribut.
“Ya ...buruan,” jawab Bapak. Ia percaya
dengan Bu Mantri. Ia cukup terpercaya, pengalamannya menangani orang sakit
sudah berpuluh-puluh tahun.
*****
*****
Emak masih lemah. Setelah ditangani Bu Mantri, kelihatannya penderitaan Emak sedikit berkurang walau badannya masih terkulai. Ia berbaring di dipan. Di sebelahnya Aida yang sudah datang terus memijit kaki Emak.
Ia hendak dibawa ke
rumah sakit tapi masih harus menunggu angkot atau taksi dipanggil.
“Mana Ben?” tanya Emak dengan suara lemah.
“Mana Ben?” terdengar suara gusar Aida mengulang pertanyaan Emak. Kakak sulung yang satu ini memang galak dengan Ben.
“Mana Ben?” tanya Emak dengan suara lemah.
“Mana Ben?” terdengar suara gusar Aida mengulang pertanyaan Emak. Kakak sulung yang satu ini memang galak dengan Ben.
“Biasanya Jumat malam Ben ikut
balap motor,” dari arah pintu kamar terdengar suara anak remaja tanggung. Ia
mengantar ibunya menjenguk Emak.
Anak tetangga ini kadang-kadang ikut kakaknya ke arena balap liar.
“Apa? Ben ikut balap motor ...Ya Allah,”
terdengar suara Emak tersedak.
“Oh .... sakit ... ya Allah.” Serangan itu datang lagi. Emak langsung pingsan.
“Ya Allah ngomong apa kamu nak. Jangan bilang
seperti itu. Emak kaget,”suara Bapak marah. Anak muda tadi ciut, ia hanya
bicara apa adanya. Bu Mantri yang masih
berada di kamar itu cepat berdiri dan berusaha membuat Emak terbatuk dengan menekan dadanya beberapa kali. Tidak ada reaksi. Semua
yang berada di kamar itu terhenyak menahan nafas. Suasana sepi, hanya terdengar
suara Basmallah Bu
Mantri yang terus berusaha. Terdengar sayup suara istighfar dan isak
tertahan. Suasana ruang terasa
begitu mencekam. Waktu bagaikan berhenti sejenak, turut menyaksikan usaha anak
manusia mencegah datangnya malaikat maut.
Setelah beberapa waktu, tidak
ada perubahan. Bu Mantri berhenti
dan mulai menekan urat nadi Emak.
“Inna lillah ..,” ucapnya. Rupanya ia tak sanggup menghalau kedatangan
malaikat maut.
“Emak ....astaghfirullah ..ya Allah,”
bapak yang biasanya tenang kelihatan begitu tegang. Ia masih berharap Emak hanya pingsan.
“Emak…emak,” bapak menggoncang-goncang badan
emak.
“Emak sudah ngga ada pak,” ucap Bu Mantri
perlahan.
Mendengar ucapan itu bapak tersadar, badannya terkulai.
“Inna
lillahi wa inna ilaihi rojiun,” ucapnya sambil terisak. Ia tutup mukanya dengan kedua tangannya.
Ya Allah, semuanya begitu cepat, begitu tak terduga.
*****
Malam itu Benny kalah. Entah kenapa perasaannya malam itu tidak enak. Tadi ia
pergi tanpa pamit. Emak dan bapak pergi kondangan. Yang menang Topan, tetangganya.
“Ayo Ben ikutan aku traktir minuman. Kan
aku yang menang. Ngga senang ya aku menang,” bujuk Topan.
“Ngga ah. Emak ngga suka aku minum.”
“Sekali-sekali lah. Kan Emak sudah suka muji-muji Ben. Dikirain Ben udah jadi anak soleh. Ngga bakalan
ketahuan lah. Dikit aja.”
“Ayo Ben. Mana solidaritasmu,” teman-teman
yang lain ikut membujuknya.
Akhirnya Ben mengalah, ia memang mudah merasa tidak enak dengan teman-temannya. “Ngga papalah kan Emak
ngga tau,”pikirnya. Teguk demi teguk air haram itu membasahi
kerongkongannya.
“Kring
krring ....” hape yang baru saja
ia nyalakan berbunyi. Sedari tadi memang hapenya ia matikan. Konsentrasi ke balapan.
Benny kaget mendapati bahwa panggilan
itu dari bapaknya. “Wah, jangan-jangan
malaikat melapor ke Bapak nih. Kan bapak orang alim,” pikirnya.
“Cepat pulang Ben ...,” terdengar suara berat bapaknya.
“Ya, Pak,“ Ben masih mau bertanya tapi telpon bapak sudah ditutup.
Ben memacu motornya. Perasaannya galau, tidak biasanya bapak menelepon. Lokasi
balapan ini agak jauh dari rumahnya. Tak lupa ia mampir ke minimarket untuk membeli wafer coklat. Kali ini ia membeli dua
bungkus. Ia merasa teramat bersalah.
Sampai di dekat rumah, ia lihat rumahnya ramai, pintunya terbuka lebar.
Banyak tamu. Lampu terang benderang.
“Ada apa ini? “ Jantung Ben berdegup sangat keras.
“Ada apa?” Ben bertanya dengan gusar
kepada para tamu. Mulutnya yang bau
minuman keras tercium oleh tamu-tamu yang sedang duduk di mulut pintu. Para tamu
itu terdiam berpandangan. Tak lama kemudian terdengar suara Ima, kakaknya.
”Ke
mana saja kamu ditelpon dari tadi ngga diangkat? ... emak sudah
pergi.”
“Pergi ...pergi ke mana?” teriak Ben panik.
”Emak sudah ngga ada Ben. Emak dipanggil
Allah ...”
“Apa? EMAAK .....” suara tangis
Ben melengking keras.. Badannya
yang besar ambruk bagaikan batang pohon yang tercerabut dari akarnya. Benny menangis meraung-raung seperti anak
kecil “Emak ampuni Ben. Emak, ini wafer buat Emak,” suara tangisnya
mulai merintih, mengiris hati membuat semua tamu ikut menitikkan air mata. “Ya
Allah ampuni hambaMu yang berlumuran dosa ini.”
*****
gambar dari: www.sumutmerdeka.com
Yang penting jangan ngebut
BalasHapusJual Obat Aborsi, Klinik Aborsi, Jual Obat Cytotec, Obat Aborsi, Obat Penggugur Kandungan
BalasHapusJual Cytotec Obat Aborsi Asli Obat Penggugur Kandungan
jual obat aborsi Kandungan